Iklan Header

    Saiko Shikikan atau Kumakici Harada mengeluarkan osamu seirei nomor 36 dan 37 tentang pembentukan chuo sangi in dan chuo sangi kai, hal yang boleh dibahas atau dirundingkan dalam chuo sangi in bisa kamu baca di bawah ini.


    tugas-chuo-sangi-in

    Pengalihan Ulama dari Penguasaan Politik

    Saya awali dari, depolitisasi ulama dan deislamisasi politik, istilah yang dipakai oleh Suryanegara (Api Sejarah 2).


    Sejak jaman penjajahan Belanda dengan upaya mengalihkan peran ulama dalam dunia perpolitikan negara Indonesia, sampai jaman penjajahan Jepang, upaya depolitisasi ulama dan deislamisasi politik masih tetap diterapkan.


    Depolitisasi ulama bisa diartikan upaya penjajah menciptakan Ulama yang tuna politik. Dengan demikian, akan tercipta pemikiran politik dari para Ulama dijauhkan dari pengaruh Islam, yang disebut deislamisasi politik. Kondisi tersebut akan memaksa terjadinya depolitisasi islam, yang berarti gerakan Islam dijauhkan dari gerakan politik.


    Pembentukan Chuo Sangi In

    Sebagai penerus dari penjajahan Belanda, Tentara Jepang di Indonesia juga memiliki strategi yang sama yaitu kebijakan divide and rule. Tujuan tersebut dilakukan penjajah Jepang dengan cara :


    Membentuk Chuo Sangi In dan Chuo Sangi Kai


    Diawali dengan menghapuskan semua organisasi sosial politik yang didirikan pada masa Kebangkitan Nasional.


    Lalu, saat masa konsolidasi Saiko Shikikan di Jawa yaitu Letnan Kumashiki Harada, pada 1 Agustus 1943, setelah organisasinya dibubarkan memberikan kesempatan aktif kembali mantan pimpinan organisasi sosial politik, dengan jabatan dalam Chuo Sangi In atau Dewan Penasehat Pusat di Jakarta, serta Syuu Sangi Kai atau Dewan Penasehat Daerah di daerah.


    Pembentukan Chuo Sangi In tidak jauh berbeda dengan Volksraad atau Dewan Rakyat pada Penjajahan Belanda, 1918-1942 M. Seolah hanya ganti nama saja.


    Wakil-wakil yang duduk dalam Dewan Penasehat tersebut (Chuo Sangi In) tidak lagi menanamkan dirinya sebagai wakil dari organisasi sosial politik yang pernah dipimpinnya, melainkan menjadi Wakil Kota.


    Kebijakan Balatentara Jepang ini bisa disebut deparpolisasi dan deormasisasi. Yaitu dengan membubarkan semua partai politik dan ormas. Setelah itu, pimpinan Chuo Sangi In atau Chuo Sangi Kai diangkat sebagai Wakil Kota (bergaji).


    Kebijakan ini menjadikan pemimpin ormas dan parpol seleluasa dulu, tapi harus tunduk dengan aturan Jepang.


    Misalnya saja,

    Bung Karno bukan sebagai Wakil PNI, tapi sebagai Wakil Kota Jakarta.

    Ki Bagus Hadikusumo bukan Wakil Perserikatan Muhammadiyah, tapi sebagai Wakil Kota Yogyakarta.

    K.H. Mas Mansur dari Perserikatan Muhammadiyah, serta Mr. Sartono dari Gerindo sebagai Wakil Jakarta Tokubetu Si.

    Otto Iskandardinata bukan lagi Wakil Paguyuban Pasundan, tapi sebagai Wakil Kota Bandung.


    Keanggotaan Chuo Sangi In

    Berdasarkan Osamu Seirei 36/2603 yang dikeluarkan oleh Saiko Shikikan, dibentuklah Chuo Sangi In dengan anggotanya terdiri atas :

    • 23 wakil diangkat oleh Saiko Shikikan,
    • 18 wakil dipilih oleh Syuu Sangi Kai dan Tokubetsu Si, masing-masing seorang wakil
    • 2 orang wakil perwakilan Kooti.

    Jumlah keseluruhan anggota Chuo Sangi In sebanyak 43 orang wakil. Keanggotaan Chuo Sangi In dibentuk tanggal 17 Oktober 1943. Saat itu, Ir. Soekarno sebagai ketua (Gicho), dan R.M.A.A. Koesoemo Oetojo dan dr. Boengaran sebagai Huku Gicho atau Wakil Ketua.


    Dalam perkembangannya, keanggotaan Chuo Sangi In mengalami penambahan. Diawali karena Balatentara Jepang yang terdesak di Pasifik serta dilatarbelakangi untuk memperoleh dukungan dari rakyat di Pulau Jawa, maka Jepang menambah jumlah keanggotaan Chuo Sangi In dari 47 wakil menjadi 60 wakil pada 7 November 1944.


    Tugas Chuo Sangi In

    Ir. Soekarno sebagai Gicho atau Ketua Chuo Sangi In membagi tugas kerja dalam 4 Bunkakai (Panitia Kecil), antara lain :

    1. Bunkakai Pertama diketuai oleh Otto Iskandardinata
    2. Tugasnya adalah membahas dan memperkuat dan melindungi Tentara Pembela Tanah Air (PETA).


    3. Bunkakai Kedua diketuai oleh R.P. Pandji Saroso
    4. Tugasnya yaitu pengerahan tenaga kerja untuk kepentingan perang dan masyarakat.


    5. Bunkakai Ketiga diketuai oleh Mr. Sartono
    6. Tugasnya adalah meneguhkan susunan penghidupan rakyat.


    7. Bunkakai Keempat diketuai oleh R.M.A.A Koesoemo Oetojo
    8. Tugasnya adalah memperbanyak produksi.


    Jadi, Hal yang boleh dibahas atau dirundingkan dalam Chuo Sangi In antara lain :


    1. Pengembangan derajat rakyat,
    2. Mempertinggi derajat rakyat,
    3. Pendidikan dan penerangan,
    4. Industri dan ekonomi,
    5. Kemakmuran dan bantuan sosial, serta kesehatan.

    Maksud dibentuknya Chuo Sangi In

    Pembentukan Chuo Sangi In atau Dewan Penasehat yang sengaja dibentuk oleh Balatentara Jepang ini sebagaiamana teori Nicollo Macheavelli.


    Teori apa itu? Teori Nicollo Macheavelli adalah adalah pengubahan orang-orang yang dulunya lawan, lalu diangkat menjadi kawan kerja dengan memberikan kedudukan yang terhormat. Dengan jabatan tersebut, mereka akan bersikap sangat patuh karena merasa bersalah dan takut.


    Contoh kasus, dengan pengangkatan Mr. Sartono.


    Mr. Sartono pernah melakukan perebutan kepemimpinan Majelis Rakyat Indonesia dari Abikusno Tjokrosoejono, 16 November 1941. Setelah memimpin Mejelis Rakyat Indonesia, dia menganjurkan agar rakyat tetap setia kepada pemerintah kolonial Belanda dan Kerajaan Protestan Belanda, 13 Desember 1941.


    Sehingga, muncul pertanyaan, Mengapa Mr. Sartono sebagai pendukung Belanda dan anti Jepang diangkat sebagai Chuo Sangi In? Dan Apakah wakil-wakil Chuo Sangi In diiming-imingi jabatan dan kekuasaan?


    Berarti jelas Jepang memang menerapkan teori Nicollo Macheavelli, supaya Mr. Sartono berbalik menjadi pembantu setia Balatantara Jepang.


    Selain itu, strategi pembentukan Chuo Sangi In oleh Jepang juga menerapkan Teori Perang Carl von Clausewitz dalam On War.


    Teori apa lagi itu? Teori ini memberikan pandangan bahwa suatu kekalahan masih dapat diubah menjadi kemenangan jika tentara yang sedang terkepung mampu mengorganisasikan, memanfaatkan dan mengerahkan segenap tenaga rakyat secara maksimal, maka selamatlah dari keruntuhan.


    Berdasarkan teori Perang Carl von Clausewitz tersebut, dapat diketahui maksud Balatentara Jepang membentuk Chuo Sangi In dan Syuu Sangi Kai serta Jawa Hokokai. Sebab ketiganya dijadikan motor penggerak pengerahan tenaga dan pembangkit kemampuan produksi segala sesuatu yang berkaitan dengan logistik pendukung perang. Dengan memaksimalkan rakyat Indonesia, Jepang berharap bisa terhindar dari kekalahan dari Tentara Sekutu.


    Lalu, kemana para Ulama yang dulu berjuang melawan penjajahan Belanda? Mengapa tidak diangkat menjadi anggota Chuo Sangi In? Sebab, para Ulama sengaja disingkirkan oleh Jepang supaya tidak duduk dalam kancah politik yang bisa mengganggu kolonialisme Jepang.


    Genhis Khan Dakwah ke Indonesia Peran Ulama dalam Kemerdekaan

    Post a Comment